Fenomena Itu Bernama Unjuk Gigi
Gelombang ketakutan akan adanya perang susulan paska perang dunia kedua, sempat tersurutkan. Pada saat itu di awal era 90-an, Uni Soviet yang menjadi salah satu dua kekuatan terbesar dunia, mendadak kolaps. Kebijakan Mikhail Gorbachev (Presiden Rusia saat itu) dengan politik glasnos (keterbukaan) dan perestroika-nya (restrukturisasi) menjadi faktor penyebab terpecahnya negara super power itu. Uni Soviet benar-benar runtuh dan hanya menyisakan Rusia sebagai penerus tradisi Leninisme yang dibangun kurang lebih hampir 75 tahunan itu. Sampai kinipun Rusia tetap memegang erat semangat tradisi itu, yang sejak dulu berusaha menggantikan ideologi kapitalisme dengan sosialismenya.
Sebelum Uni Soviet runtuh dan ketika ketakutan-ketakutan akan munculnya perang dunia ketiga sirna, Uni Soviet merupakan kekuatan central di Dunia Timur. Blok Barat yang dimanifestasikan dalam sosok Amerika, menjadi rival negara komunis itu dalam perang yang dinamakan “Cold War”. Satu kondisi di mana senjata-senjata baru dicipta dan suasana persaingan dua negara begitu terasa. Setiap orang memprediksikan akan muncul perang baru di dunia ini, bila kondisi ini terus berlangsung. Dua kubu ini menebarkan aroma permusuhan yang dapat mengerdilkan nyali negara-negara di dunia. Saat itu dapat dikatakan merupakan masa hanya dua kubu ini yang berperan dalam setiap gerak “pertempuran” di dunia. Baik dalam bentuk fisik maupun non fisik, fiskal maupun non fiskal. Uni Soviet dan Amerika sama-sama bersikeras untuk menunjukkan siapa yang terkuat di bumi.
Sebelum Uni Soviet runtuh dan ketika ketakutan-ketakutan akan munculnya perang dunia ketiga sirna, Uni Soviet merupakan kekuatan central di Dunia Timur. Blok Barat yang dimanifestasikan dalam sosok Amerika, menjadi rival negara komunis itu dalam perang yang dinamakan “Cold War”. Satu kondisi di mana senjata-senjata baru dicipta dan suasana persaingan dua negara begitu terasa. Setiap orang memprediksikan akan muncul perang baru di dunia ini, bila kondisi ini terus berlangsung. Dua kubu ini menebarkan aroma permusuhan yang dapat mengerdilkan nyali negara-negara di dunia. Saat itu dapat dikatakan merupakan masa hanya dua kubu ini yang berperan dalam setiap gerak “pertempuran” di dunia. Baik dalam bentuk fisik maupun non fisik, fiskal maupun non fiskal. Uni Soviet dan Amerika sama-sama bersikeras untuk menunjukkan siapa yang terkuat di bumi.
Di mana ada peperangan di situ ada Amerika dan Uni Soviet berperan, dapat dilihat di perang Afghanistan misalnya. Kemudian di dalam isu-isu kemanusiaan pun hampir pasti dua negeri ini selalu menceburkan diri untuk mengulurkan tangan. Sampai pada akhirnya rivalitas itu berhenti dengan tropi emas ada di tangan Negeri Paman Sam. Negara yang kemudian menjadi satu-satunya polisi tetap di dunia. Tentunya selama negara-negara super power baru belum muncul. Paska runtuhnya Uni soviet, Amerika benar-benar mendominasi di segala hal. Negara dengan lima puluh negara bagian itu, tiada satupun yang menandingi. Jikapun ada itu tetap bisa diatasi. Dengan acungan senjata maupun dengan lobi internasionalnya.
Setelah hampir lima belas tahun paska Perang Dingin, kini muncullah kekuatan-kekuatan baru di dunia Belahan Timur. Munculnya China sebagai negara industri baru dunia seakan menandai hal itu. Sebagai salah satu penerus tradisi komunis, China telah berhasil mengembangkan dirinya. Tak pelak kemudian China pun menjadi salah satu negara yang dapat mengancam kedaulatan “kemanunggalan kewenangan kekuasaan” Amerika di dunia. Jika dulu pada masa perang dingin isu sentral pergumulan Amerika dan Uni Soviet adalah masalah persenjataan, maka kini Amerika bergumul menghadapi Raksasa Ekonomi baru dunia.
China dengan gerakan ekonominya, berhasil menjadi salah satu pemegang kendali utama barang perdagangan di dunia. Di mana-mana barang-barang buatan China terpampang, termasuk prodak-prodak makanan dan mainan yang diragukan mutunya. China mulai menyerang. Namun, jika melihat sejarahnya, China sejak awal memang berpotensi untuk menjadi negara super power ketiga setelah Amerika dan Uni Soviet. Sejak dulu negara dengan jumlah penduduk terbanyak ini cukup diperhitungkan dalam pergulatan perpolitikan dunia. Ketika Perang Dingin bergulir China menjadi pendamping Uni Soviet untuk menghadapi Amerika, dengan didudukinya satu tahta dewan keamanan tetap PBB. Di sinilah China menjadi satu bagian penting dalam mengatur pengamanan dunia, meskipun masih di bawah bayang-bayang Uni Soviet dan Amerika. Kini ketika kondisi memungkinkan, dengan perekonomian yang berkembang pesat dan jumlah penduduk yang demikian banyak, China mencoba berdiri sendiri. Negara komunis ini mulai menampakkan jati dirinya secara terang-terangan. Selain penguasaan akan dunia perekonomian, negara Tirai Bambu ini mencoba mengepakkan sayapnya dengan program luar angkasa dan persenjataanya. Pesawat-pesawat ulang alik dan tempur telah diciptakan dan telah mengisi hanggar-hanggar pesawat negara ini. Muncullah China sebagai negara super power baru dunia.
Selain China, paska Perang Dingin, setelah menjalani tidur panjang, Rusia Sang Negeri Beruang Merah seolah kembali terbangun. Kini Rusia datang, siap kembali untuk menjadi tokoh utama dalam drama perjalanan negara-negara di bumi ini. Beberapa waktu yang lalu, satu bom yang konon tiga kali lebih dahsyat dari The Mother’s of Boms milik Amerika telah berhasil diujicobakan. Bom yang dinamai dengan ”Bapaknya dari segala bom” ini dikatakan benar-benar memiliki daya ledak setara nuklir, tetapi lebih aman karena tanpa radiasi. Satu peringatan pada kita bahwa memang Rusia telah kembali membawa tradisi Uni Soviet yang sempat terkoyak. Rusia telah muncul dengan senjata-senjata terbarunya, termasuk bom yang maha sangar itu.
Inikah indikasi bahwa The New Cold War kembali muncul. Perlombaan senjata dan upaya penguasaan perekonomian mengisi wacana harian negara-negara besar itu. Tak ada waktu untuk tidak membuat senjata dan sistem keamanan super canggih, ekspansi pasar, dan membuat pabrik-pabrik penyokongnya. Semua telah berjalan kembali seperti masa-masa itu. Masa ketika hanya Amerika dan Rusia yang memerankan lakon-lakon itu. Geliat negara-negara kuat untuk mengembangkan terus persenjataan mereka tentu kembali menebar keresahan. Bukan hanya untuk negara dunia ketiga semisal Indonesia yang tak memiliki peralatan perang yang memadai, tapi juga negara-negara maju di Eropa dan seluruh dunia. Benih-benih perang dingin yang sempat mati, bersemi kembali dengan pemeran yang semakin bertambah. Amerika, Rusia, China, dan tidak menutup kemungkinan untuk Jepang, Korea Selatan, atau negara-negara maju lainnya di kawasan Eropa.
Inikah indikasi bahwa The New Cold War kembali muncul. Perlombaan senjata dan upaya penguasaan perekonomian mengisi wacana harian negara-negara besar itu. Tak ada waktu untuk tidak membuat senjata dan sistem keamanan super canggih, ekspansi pasar, dan membuat pabrik-pabrik penyokongnya. Semua telah berjalan kembali seperti masa-masa itu. Masa ketika hanya Amerika dan Rusia yang memerankan lakon-lakon itu. Geliat negara-negara kuat untuk mengembangkan terus persenjataan mereka tentu kembali menebar keresahan. Bukan hanya untuk negara dunia ketiga semisal Indonesia yang tak memiliki peralatan perang yang memadai, tapi juga negara-negara maju di Eropa dan seluruh dunia. Benih-benih perang dingin yang sempat mati, bersemi kembali dengan pemeran yang semakin bertambah. Amerika, Rusia, China, dan tidak menutup kemungkinan untuk Jepang, Korea Selatan, atau negara-negara maju lainnya di kawasan Eropa.
Kehawatiran akan munculnya perang dunia ketiga seakan semakin nyata melihat kondisi negara-negara di dunia ini. Dunia yang mulai bergejolak. Krisis Irak, Palestina, Israel, dan menyusul isu Iran juga kian memanas, menambah bumbu sedap pada situasi ini. Negara-negara di dalamnya satu sama lain mencoba unjuk gigi dan kekuatan. Masing-masing ingin diakui bahwa mereka mampu menjadi negara terkuat. Isu yang sama yang pernah bergulir beberapa puluh tahun yang lalu, muncul dengan wajah yang aneh. Wajah dengan topeng yang lebih menyeramkan.
Apa yang mereka lakukan memunculkan pertanyaan pada kita. Apa guna itu semua?
Toh apa yang mereka ”perjuangkan” itu hanyalah fatamorgana yang mereka ciptakan sendiri atau memang mereka ingin menciptakan sebuah perang baru di dunia. Mungkinkah senjata-senjata yang mereka ciptakan mampu menciptakan perdamaian. Mereka sekedar berebut kendali aku rasa.. Entahlah.